KESUKUBANGSAAN DAN INTREGASI
Suku bangsa adalah suatu kelompok sosial atau kolektifa yang sadar memiliki suatu kebudayaan dan sering ditandai oleh adanya suatu bahasa. Sebagi suatu kelompok, suatu suku bangsa ada yang terbagi menjadi sub suku bangsa dengan latar belakang variasi kebudayaan atau logat bahasa, dimana kebudayaan tersebut bukan suatu hal yang ditentukan oleh orang luar, misalnya oleh seorang ahli antropologi, ahli kebudayaan, atau lainnya dengan metode-metode analisa ilmiah, melainkan oleh warga kebudayaan bersangkutan itu sendiri. Dengan demikian kebudayaan yang berkembang di masing-masing suku bangsa, memiliki keunikan dan ciri khasnya masing-masing tergantung bagaimana masyarakat itu sendiri.
Suku bangsa juga bisa dibedakan karena sistem klen yang dianutnya.
Bangsa Indonesia yang terdiri dari berratus-ratus suku bangsa ini secara garis besar bisa digolongkan dalam tiga sisyem klen, yaitu:
1. Bilateral, yang menganggap bahwa orang-orang yang mempunyai leluhur ditarik dari pihak ibu maupun ayah adalah seketurunan.
2. Patrilineal, yang menganggap keturunan dari leluhur-leluhur pihak ayah atau laki-laki sajalah yang digolongkan sebagai kerabat keturunan.
3. Matrilineal, yang menganggap keturunan dari leluhur dari pihak ibu sajalah yang digolonggkan sebagai kerabat seketurunan.
Di Indonesia suku bangsa yang secara konsisten menganut salah satu dari tiga sistem tersebut hanya suku bangsa Batak di Sumatera Utara yang menganut sistem matrilineal, dan suku bangsa Minangkabau di Sumatera Barat yang menganut sistem matrilineal. Suku-suku bangsa lain umumnya menganut sistem bilateral, walaupun dalam hal-hal tertentu mereka bisa meninggalkan tata nilai yang digariskan oleh sistem tersebut.
Suku-suku bangsa di Indonesia
Klasifikasi dari aneka warna suku bangsa di wilayah Indonesia biasanya masih berdasarkan sistem lingkaran-lingkaran hukum adat yang mula-mula disusun oleh Van Vollenhoven, ia membagi wilayah hukum adat di Indonesia menjadi 19 daerah:
1. Aceh
2. Gayo-Alas dan Batak
2a. Nias dan Batu
3. Minagkabau
3a. Mentawai
4. Sumatera Selatan
4a. Enggano
5. Melayu
6. Bangka dan Biliton
7. Kalimantan
8. Samir Talaut
9. Gorontalo
10. Toraja
11. Sulawesi Selatan
12. Ternate
13. Ambon Maluku
13a. Kepulauan Barat Daya
14. Irian
15. Timor
16. Bali dan Lombok
17. Jawa Tengah dan Timur
18. Surakarta dan Yogyakarta
19. Jawa Barat
Pengertian dan Bentuk-bentuk Integrasi
Integrasi dalam kebudayaan adalah proses penyesuaian antara unsur kebudayaan yang saling berbeda, sehingga mencapai suatu keserasian dalam kehidupan masyarakat. Namun bukan berarti integrasi nasional menghapuskan identitas lokalitas, identitas etnik, menghapuskan jati diri kelompok etnik, sebab keberagaman identitas etnik merupakan aset bangsa, aset budaya bangsa yang dirumuskan dalam Bhineka Tunggal Ika. Namun yang perlu dijaga adalah volume identitas etnik/ jati diri kelompok ini harus lebih kecil dari kesadaran berbangsa, bangsa Indonesia. Kondisi seperti ini harus dijaga, sebab kalau kesadaran lokalitas kebanggaan etnik lebih besar dan lebih dominan dari kesadaran berbangsa sebagai bangsa Indonesia maka akan berakibat fatal, dan hal ini akan melahirkan faham separatisme, sukuisme. Bahwa suku merekalah yang lebih unggul, lebih berbudaya, lebih cerdas, dan karenanya akan melahirkan anggapan bahwa suku merekalah yang pantas keluar sebagai pemimpin suku ini.
Bentuk-bentuk Integrasi:
- Akulturasi, yaitu penerimaan sebagian unsur-unsur asing tanpa menghilangkan kebudayaan asli.
Faktor-Faktor Pendorong
A. Faktor Internal :
- kesadaran diri sebagai makhluk sosial
- tuntutan kebutuhan
- jiwa dan semangat gotong royong
B. Faktor External :
- tuntutan perkembangan zaman
- persamaan kebudayaan
- terbukanya kesempatan berpartisipasi dalam kehidupan bersama
- persaman visi, misi, dan tujuan
- sikap toleransi
- adanya kosensus nilai
- adanya tantangan dari luar
Syarat Berhasilnya Integrasi Sosial
1. Untuk meningkatkan Integrasi Sosial, Maka pada diri masing-masing harus mengendalikan perbedaan/konflik yang ada pada suatu kekuatan bangsa dan bukan sebaliknya.2. Tiap warga masyarakat merasa saling dapat mengisi kebutuhan antara satu dengan yang lainnya.
Sumber Referensi:
1. Koentjaraningrat. 2000. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
2. Usman, Gazali, dkk. 1996/1997. Integrasi Nasional Suatu Pendekatan Budaya Daerah Kalimantan Selatan. Banjarmasin: CV. Prisma Muda.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar